Sunday, April 29, 2007

Bertemu dengan 2 the Guru's di Kuwait


Bertemu dengan 2 The Guru's Di Kuwait (Thanks for your visiting)


Di bulan April 2007 ini kami teman-teman WNI di Kuwait telah kedatangan beberapa tamu penting baik dari pejabat pemerintahan dan juga kalangan dunia usaha. Ada Ketua MPR (Bpk. Hidayat Nurwahid) dan juga kunjungan Tim Depkes (Puspronakes) yang terdiri dari Ibu Herwanti dan Ibu Aulia Pasande MN, serta Bpk. Arif (Ka. Divisi Timur Tengah Deplu) dan juga Ketua PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia) Prof Achir Yani, DN Sc. Kunjungan tim depkes ini banyak dimotori oleh INNA-K (PPNI Branch Kuwait)




Foto saat Dialog Antara Puspronakes Depkes, PPNI, Bpk. Dubes Indonesia untuk Kuwait-Bahrain dengan Perawat Indonesia di Kuwait tgl 8 April 2007

Sementara ada juga beberapa tokoh pengusaha (entrepreneur ) seperti Bpk. Soebronto Laras (PT Indomobil) dan Bpk Valentino Dinsi, SE, MM, MBA (Wijawiyata Entreprise). Kesemuanya juga tidak lepas dari peran aktif KBRI Kuwait yang sangat membantu dan memfasilitasi kedatangan mereka.

Dari kesemuanya kami sangat mengucapkan terima kasih dan welcome to Kuwait. Mereka telah meluangkan waktunya dan bersilaturahmi dengan WNI yang ada di Kuwait. Terutama dari teman-teman perawat Indonesia yang saat ini bekerja di Kuwait, tentunya sangat-sangat senang sekali telah dikunjungi oleh pihak Depkes dan PPNI yang bertujuan untuk mencari job order kembali/program perekrutan perawat Indonesia untuk dapat bekerja di Kuwait. Dan juga atas kedatangan Penulis buku : Jangan Mau Seumur Hidup Jadi Orang Gajian (Valentino Dinsi).





Foto Valentino Dinsi dan Buku-bukunya

Banyak dari perawat Indonesia yang bermukim di Kuwait (termasuk saya) mengenal dua komparasi tokoh yang menurut saya sangat maju dan kompeten di bidangnya masing-masing. The Guru's buat kami seorang perawat, yang pertama Prof. Achir Yani, DN Sc adalah Professor kedua Indonesia dalam bidang ilmu Keperawatan (Setelah Prof Elly Nurahmah, Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan UI). Dan yang kedua adalah Guru'S Young Entrepreneur yang berhasil melaunching Buku Best Seller Jangan Mau Seumur Hidup Jadi Orang Gajian sebanyak 900.000 copy, yaitu Bpk. Valentino Dinsi, SE, MM, MBA.


Keduanya adalah Guru's yang berbeda bidang keahliannya, namun memberi warna kehidupan kita. Seperti saat Robert T. Kiyosaki kecil belajar dari 2 guru yang berbeda. Tentu saja memberikan hikmah yang berkesan.

Buat kami yang banyak belajar ilmu keperawatan disaat kuliah, ilmu tentang kewirausahaan/entrepreneur adalah satu hal yang baru, dan tidak pernah diajarkan oleh PTN manapun. Sehingga akan memunculkan nursepreneur-nursepreneur baru di Indonesia.

Bagaimana merubah mindset entrepreneur , berpikir ATM, Leverage (dongkrak), USP (Ultimate-Sensational Offer-Powerful Promises) dan Step by step worksheet business plan dan banyak hal aspek kewirausahaan yang diajarkan oleh Valentino Dinsi, SE, MM, MBA kepada para perawat, pekerja minyak dan gas, pelajar dan mahasiswa, tehnisi helikopter, IT dan WNI yang ada di Kuwait. Kegiatan ini terlingkup dalam seminar dan workshoop " Kalau bisa kaya di Indonesia, Ngapain lama-lama di Kuwait" yang diadakan tgl 26-27 April 2007 oleh PERKIBAR (Perhimpunan Masyarakat Indonesia di Kuwait dan Bahrain).

Dari seminar kemarin saya dan banyak teman-teman yang tergugah untuk mengembangkan dan bergelut dalam dunia wirausaha, meskipun telah ada beberapa yang memulainya. Banyak WNI yang saat ini sedang di Kuwait memiliki dana untuk investasi, namun tetap kebingungan untuk melakukan investasi di Indonesia dengan kondisi jarak-waktu yang berjauhan. Terlebih lagi warga Kuwaity disini, tinggal PDKT saja – dan Valentino Dinsi lah (dengan Let's Go Indonesia nya) yang memulai. Semoga semakin banyak Entrepreneur Indonesia dan Pakar Akademik yang mau mengajarkan ilmu dan melakukan seminar kepada para WNI yang haus akan ilmu pengetahuan (di Kuwait terbatas, red).

Guru's tetaplah guru selalu memberikan arahan. Kemana arah tujuan kita itu adalah soal pilihan diri sendiri, percaya diri kata kuncinya.

Sekali lagi terima kasih untuk 2 Guru saya Prof. Achir Yani, DN Sc dan Valentino Dinsi, SE, MM, MBA









Saturday, April 28, 2007

Kuwait (Q8 ) Membutuhkan 2000 Perawat Indonesia


Kuwait (Q8) Membutuhkan 2000 Perawat Indonesia

Saat ini Kuwait membutuhkan semakin banyak perawat Indonesia untuk posisi perawat di berbagai pelayanan Kesehatan yang ada di Kuwait, baik dalam institusi negeri (Ministry of Health Kuwait/MOH) maupun swasta seperti di Kuwait Oil Company/KOC, Kuwait National Petroleum Company/KNPC, atau homecare company. Hal ini seiring dengan rencana penambahan berbagai RS baru di Kuwait sampai tahun 2020.

Kuwait dengan luas wilayah 17.819 km2 (sebesar Jakarta) jumlah penduduknya mencapai kurang lebih 3.052.000 di bulan Desember 2006. Pendapatan perkapita warganya (Kuwaity asli) adalah sebesar U$ 22.800/tahun, dimana pendapatan terbesar negara berasal dari minyak bumi.

Kuwait saat ini juga memiliki permasalahan kesehatan yang semakin kompleks terutama dengan banyaknya insidens dan prevalensi penyakit degeneratif, seperti negara-negara maju lainnya.

Angka kelahiran (birth rate) di tahun 2006 di Kuwait tercatat sebanyak 21,94/1.000 penduduk, dengan angka kematian (death rate) sebanyak 2,41/1.000 penduduk. Sedangkan Angka kematian bayi (infant mortality rate) mencapai 9,71/1.000 kelahiran hidup, dan angka harapan hidup (life expectacy) total adalah 77,2 tahun (pria 76,13 tahun dan wanita 78,31 tahun). Sehingga di khawatirkan akan semakin banyak munculnya "baby boomer", dengan ditandai semakin banyaknya pasien dengan penyakit menua (aging diseases). Kuwait Info

Hampir 65% penduduk di Kuwait adalah ekspatriat (pendatang), yang umumnya bermukim dan bekerja disini. Di Kuwait sendiri saat ini terdapat 50.836 Warga Negara Indonesia (WNI) yang terdiri 1.194 pria, dan sisanya adalah wanita. 48.948 adalah TKI yang 48.779 orang merupakan TKW (pekerja informal, umumnya PRT/housemaid). Sementara itu di sektor pemerintahan terdapat 685 perawat Indonesia yang umumnya bekerja di MOH (Ministry of Health) Kuwait, selain itu di sektor swasta terdapat 707 pekerja Indonesia di bidang perhotelan, perminyakan, penerbangan, perbankan, komputer (IT), serta restoran. Antara

Dari jumlah perawat yang saat ini ada terdapat penurunan secara perlahan dikarenakan pengunduran diri (resign) yang bersangkutan kembali ke Indonesia, atau bekerja menjadi perawat di negara lain di luar Kuwait.

Kedatangan terbesar perawat Indonesia terakhir adalah di tahun 2003 dengan jumlah 256 orang TKKI (Tenaga Kerja Kesehatan Indonesia), tahun 2001 sejumlah 210 orang, tahun 2000 terdapat 200 orang sedangkan tahun pertama 1992 sejumlah 90 orang (mungkin sekitar 15 orang yang masih bekerja di Kuwait). Puspronakes

Saat ini Kuwait kembali hendak merekrut sejumlah perawat Indonesia, ditandai dengan adanya iklan di harian kompas, republika, media Indonesia tanggal 22 Februari 2007 yang dipasang oleh Kedubes Kuwait di Jakarta. Tentu saja hal ini disambut dengan baik oleh berbagai kalangan termasuk perawat Indonesia yang saat ini bekerja di Kuwait, dengan harapan regenerasi dan nafas baru kedatangan perawat Indonesia untuk bekerja di MOH of Kuwait.

Dan ini ditandai dengan beberapa posting iklan untuk rekrutmen kuwait seperti MOH di Kuwait

Hub :
Embassy of Kuwait in Jakarta, Indonesia - Jl. Denpasar Raya Block A-XII / #1, Kuningan Timur, 12950 Jakarta, Indonesia Tel: 6221-520.2477/520.2478/520.2479 Fax: 6221-520 4359/522.4931 /526.5886


Atau
Untuk home care (gajinya lebih kecil dari perawat MOH yang rata-rata U$ 1000 - U$ 1500/month)


ELDER’S HEALTH CARE CENTRE di KUWAIT membutuhkan Perawat (Nurses)
Syarat : Sertifikasi Perawat, Spesialisasi merawat orang yang sudah tua,Diutamakan Wanita, max.25 th,Mampu berbahasa Arab/Inggris (Min. Pasif)
Benefit: Gaji US$500-700/bln, Gratis Tiket PP, Disediakan tempat tinggal dan Makan, Hak Cuti, Tidak dipungut biaya!!!
Lampirkan: Fotocopy Sertifikat, Foto, CV (dalam bhs.Inggris)
Kirim ke e-mail: nurses_kuwait@yahoo.com.
Info lebih lanjut, hubungi 021-70139248









Monday, April 23, 2007

Bolehkah Kita Cemburu Dengan Perawat Philipina ????



Bolehkah kita cemburu dengan Perawat Philipina ???

Ada sekitar 15.000 perawat Philipina akan masuk bekerja di Amerika Serikat di tahun 2006 (Kuwait sedang cari 10 Indo nurses for NCLEX nihh ... susahnya setengah ampun). bahkan mereka masuk bekerja di Negara-negara seperti Libya, Bahrain, Israel, Arika Selatan, Mesir, dsb. (Mungkin tidak ada Negara di dunia yang tidak ada Perawat Philipinanya yah???)

Remitance mereka mencapai 14% dari APBN Negara-nya mencapai U$ 25 billion pertahun. Waw ….. Bahkan anggota DPRnya sampai turun tangan menangani penempatan perawat, Presiden membuat Mahkamah Keperawatan setingkat Lembaga Tinggi Negara, dsb, dsbnya.

15,000 Pinoy nurses sought US jobs in 2006

More than 15,000 new Filipino nurses sought employment in the United States last year, former senator and labor leader Ernesto Herrera disclosed over the weekend. Herrera said a total of 15,171 Filipinos took the US National Council Licensure Examination (NCLEX) for nurses for the first time (excluding repeaters) from January to December 2006.

This represents an increase of 5,990 or 65 percent compared to the 9,181 Filipinos that took the NCLEX for the first time in the whole of 2005, according to Herrera, secretary-general of the Trade Union Congress of the Philippines (TUCP). The former senator said the 2006 NCLEX statistics reaffirmed the Philippines’ position as the foremost supplier of foreign nurses in the US.
He said the Philippines easily topped the five countries with the highest number of first-time NCLEX examinees in 2006. India came second, with 4,395 examinees; followed by South Korea, 2,145; Canada, 943; and Cuba, 537.

Passing the NCLEX is usually the final step in the nurse licensure process in the US. Thus, the number of people taking the examination is a good indicator of how many new US-educated as well as foreign-trained nurses are trying to enter the profession in the US, according to the US National Council of State Boards of Nursing.

The TUCP has been pushing the deployment of surplus nurses and other highly skilled workers to lucrative job markets abroad.“Our position is, if we must boldly pursue the export of services, we might as well purposely encourage the deployment of highly skilled laborers such as nurses,” said Herrera, former chairman of the Senate labor and employment committee.

“Nursing skills are not readily replaceable. This is why we seldom come across cases of employers taking advantage of, or abusing nurses. In fact, Filipino nurses overseas are pampered by their employers,” he said.He added: “We must consciously discourage the overseas deployment of relatively unskilled workers such as domestic helpers. Their skills are easily replaceable. This is why they are undeniably far more susceptible to employer abuse.”

Herrera earlier rejected proposed new legislation that seeks to require nurses who obtained government-subsidized schooling to render two years of compulsory local service before they can leave for overseas employment.

The former senator was referring to House Bill 5791, which seeks to oblige nursing graduates of state colleges and universities to perform 24 months of service here before they may be lawfully recruited to work abroad.“We regard the bill as highly prejudicial and absolutely unnecessary, considering the massive oversupply of nurses locally,” he pointed out.

Last year alone, Herrera noted that the Professional Regulation Commission admitted to the local nursing profession a total of 37,533 candidates who passed licensure examination.“Of this number, only about 2,000 will find gainful work here, either in government or the private sector. So we definitely have a large surplus of nurses,” he said. (PNA)

http://thepinoy.net/?p=578

Sunday, April 22, 2007

Mengenal Taksonomi Diagnosa Keperawatan NANDA



Mengenal Taksonomi Diagnosa Keperawatan Versi NANDA

By : Nur Martono

Banyak mahasiswa keperawatan di Indonesia yang telah memahami Asuhan keperawatan dengan NCP (Nursing Care Plan) didalamnya. Ada pula yang sering menggunakan Taksonomi Diagnosa Keperawatan versi NANDA. Untuk itulah kita akan sama-sama mengulas kembali dan mengetahui sekelumit latar belakang taksonomi diagnosa keperawatan versi NANDA (by the way - saya suka dengan singkatannya !!).

Apa itu NANDA ?

Sebenarnya NANDA adalah Singkatan dari North American Nursing Diagnosis Association (Asosiasi Diagnosa Keperawatan Amerika Utara). Meskipun singkatan NANDA lebih memaknakan sebuah organisasi, namun jangan terlihat tersurat, lebih menyimaknya secara tersirat.

NANDA secara internasional memiliki komitmen untuk meningkatkan kemampuan dan pemahaman keperawatan dalam membangun, menjabarkan, dan mengklasifikasi aspek keperawatan. Secara esensial NANDA mengembangkan, menjabarkan dan menyebarluaskan informasi Taksonomi Diagnosa Keperawatan yang secara umum digunakan oleh perawat profesional.

Taksonomi ini merupakan konsep kerangka kerja dalam menentukan sebuah diagnosa keperawatan. Konsep dari diagnosa keperawatan sendiri adalah upaya keberhasilan pendekatan klinis keperawatan dan diagnosa keperawatan secara internasional dianggap penting dalam pendekatan sistem dan rencana keperawatan klien/pasien (Barnum, 1994)

NANDA nomenklatur diagnosa keperawatan lebih melambangkan pengambilan keputusan tindakan klinis keperawatan tentang masalah kesehatan yang aktual atau potensial. Diagnosa Keperawatan NANDA menjelaskan tentang reaksi pasien terhadap penyakit atau trauma yang dapat diperbandingkan dengan kode ICD-9-CM(International Code of Diseases)/ diagnosa medis kedokteran, yang lebih menjelaskan penyakit atau trauma secara medis. NANDA saat ini berisi 167 diagnosa keperawatan yang telah disepakati dan terbagi dalam 9 domain (ranah). Setiap diagnosa terdiri dari label/judul, definisi, karakteristik umum dan khusus masing-masing definisi, dan faktor yang terkait.

Secara mudahnya NANDA adalah metode yang umum untuk menentukan dan mengmbangkan diagnosa keperawatan. Survey terbaru dari 43 Fakultas Keperawatan di Michigan, Amerika Serikat mengindikasikan bahwa penggunaan NANDA nomenklatur tetap konsisten tinggi di angka 91% (Keenan, 2001). Bahkan sebagian besar universitas mengajarkan NANDA nomenklatur dalam kurikulum mereka.

Saat mengkaitkan dengan klasifikasi Intervensi keperawatan (nursing intervention classification – NIC) dan klasifikasi tujuan diagnosa keperawatan (nursing outcomes classification – NOC), semua dikembangkan di Universitas Keperawatan Iowa. Sehingga sangat membantu menjelaskan proses keperawatan secara utuh.

Sejarah Pengembangan Nomenklatur Diagnosa Keperawatan NANDA

Kebutuhan untuk menstandarisasi bahasa dalam medical records (rekam medik) adalah bukan hal yang baru. Hal ini lebih dalam upaya mendefinisikan peran perawat, konstribusi dan keunikkan body of knowledge keperawatan yang akhirnya mengarahkan pengembangan klasifikasi diagnosa keperawatan.

Pada tahun 1973 Kristine Gebbie dan Mary Ann Lavin pertama kalinya membuat kelompok kerja (task force) untuk memberi nama dan mengklasifikasi Diagnosa Keperawatan. Kemudian tim kerja yang diberi nama Task Force of the National Conference Group on the Classification of Nursing Diagnoses (Pokja Konferensi Nasional Klasifikasi Diagnosa Keperawatan). Pokja ini terbentuk di tahun 1974, dan di tahun 1982 NANDA menyusun Pokja Nasional yang beranggotakan Amerika Serikat dan Kanada.

Di tahun 1986, The North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) membuat sistem klasifikasi yang memberi judul dan membunyikan diagnosa keperawatan. Taksonomi ini awalnya hanya daftar diagnosa keperawatan yang tersusun secara alphabet, namun kemudian menjadi satu sistem panduan klasifikasi diagnosa keperawatan (taksonomi) di tahun 1987 dikenal dengan Taksonomi NANDA I, dan menjadi standar teksbook pendidikan perawat di Amerika Serikat dan diseluruh dunia. Taksonomi NANDA II yang terbaru terbit di tahun 2003-2004.

Taksonomi NANDA

Sebuah taksonomi berarti sebuah metode yang terorganisir dari beberapa kumpulan informasi. NANDA dengan mudahnya membuat kerangka kerja diagnosa keperawatan lebih mudah dipetakan dan terstandarisasi. NANDA adalah sebuah kode yang tediri dari 9 (NINE) " Human Response Patterns" – sembilan pola respon tubuh manusia.
  1. Exchanging
  2. Communicating
  3. Relating
  4. Valuing
  5. Choosing
  6. Moving
  7. Perceiving
  8. Knowing
  9. Feeling

Daftar Diagnosa keperawatan versi NANDA memasukkan unsur 3 masalah :
  • Actual problems (Masalah Aktual)
  • Risks for problems (Masalah Resiko)
  • Welness Issues (Isu Sehat-sakit)

Dan setiap diagnosa keperawatan menyertakan selalu 4 komponen yang terpisah yaitu :
  • Judul Diagnosa
  • Definisi
  • Karakteristik Umum dan Khusus tiap masalah
  • Faktor Resiko/terkait

Sebagai contoh, diagnosa keperawatan "Nyeri" didefinisikan sebagai " Suatu keadaan tidak nyaman dari sensoris dan melibatkan pengalaman emosional klien yang mungkin muncul akibat kerusakan jaringan tubuh (aktual/potensial); yang muncul sesaat/perlahan dalam intensitas ringan – berat, yang dapat diprediksi, dan dalam durasi kurang dari 6 bulan. Karakteristik umum termasuk keluhan secara verbal, adanya tanda, penggunaan "pain killer drugs", perilaku protektif terhadap nyeri. Karakteristik khusus termasuk " fokus terhadap diri, gangguan persepsi terhadap waktu, gangguan proses pikir, penurunan interaksi dengan lingkungan dan orang lain, perilaku distraksi. Faktor yang berhubungan dengan nyeri antara lain adanya trauma biologis, kimia, fisik, dan psikologis.

Berikut adalah list Diagnosa Keperawatan NANDA 2003-2004 2003–2004 NANDA-Approved Nursing Diagnoses

Activity Intolerance • Activity Intolerance, Risk for • Adaptive Capacity: Intracranial, Decreased • Adjustment, Impaired • Airway Clearance, Ineffective • Anxiety • Anxiety, Death • Aspiration, Risk for • Attachment, Parent/Infant/Child, Risk for Impaired • Body Image, Disturbed • Body Temperature: Imbalanced, Risk for • Bowel Incontinence • Breastfeeding, Effective • Breastfeeding, Ineffective • Breastfeeding, Interrupted • Breathing Pattern, Ineffective • Cardiac Output, Decreased • Caregiver Role Strain • Caregiver Role Strain, Risk for • Communication, Readiness for Enhanced • Communication: Verbal, Impaired • Confusion, Acute • Confusion, Chronic • Constipation • Constipation, Perceived • Constipation, Risk for • Coping: Community, Ineffective • Coping: Community, Readiness for Enhanced • Coping, Defensive • Coping: Family, Compromised • Coping: Family, Disabled • Coping: Family, Readiness for Enhanced • Coping (Individual), Readiness for Enhanced • Coping, Ineffective • Decisional Conflict (Specify) • Denial, Ineffective • Dentition, Impaired • Development: Delayed, Risk for • Diarrhea • Disuse Syndrome, Risk for • Diversional Activity, Deficient • Dysreflexia, Autonomic • Dysreflexia, Autonomic, Risk for • Energy Field, Disturbed • Environmental Interpretation Syndrome, Impaired • Failure to Thrive, Adult • Falls, Risk for • Family Processes, Dysfunctional: Alcoholism • Family Processes, Interrupted • Family Processes, Readiness for Enhanced • Fatigue • Fear • Fluid Balance, Readiness for Enhanced • Fluid Volume, Deficient • Fluid Volume, Deficient, Risk for • Fluid Volume, Excess • Fluid Volume, Imbalanced, Risk for • Gas Exchange, Impaired • Grieving, Anticipatory • Grieving, Dysfunctional • Growth, Disproportionate, Risk for • Growth and Development, Delayed • Health Maintenance, Ineffective • Health-Seeking Behaviors (Specify) • Home Maintenance, Impaired • Hopelessness • Hyperthermia • Hypothermia • Identity: Personal, Disturbed • Infant Behavior, Disorganized • Infant Behavior: Disorganized, Risk for • Infant Behavior: Organized, Readiness for • Enhanced • Infant Feeding Pattern, Ineffective • Infection, Risk for • Injury, Risk for • Knowledge, Deficient (Specify) • Knowledge (Specify), Readiness for Enhanced • Latex Allergy Response • Latex Allergy Response, Risk for • Loneliness, Risk for • Memory, Impaired • Mobility: Bed, Impaired • Mobility: Physical, Impaired • Mobility: Wheelchair, Impaired • Nausea • Neurovascular Dysfunction: Peripheral, Risk for • Noncompliance (Specify) • Nutrition, Imbalanced: Less than Body • Requirements • Nutrition, Imbalanced: More than Body • Requirements • Nutrition, Imbalanced: More than Body • Requirements, Risk for • Nutrition, Readiness for Enhanced • Oral Mucous Membrane, Impaired • Pain, Acute • Pain, Chronic • Parenting, Impaired • Parenting, Readiness for Enhanced • Parenting, Risk for Impaired • Perioperative Positioning Injury, Risk for • Poisoning, Risk for • Posttrauma Syndrome • Posttrauma Syndrome, Risk for • Powerlessness • Powerlessness, Risk for • Protection, Ineffective • Rape-Trauma Syndrome • Rape-Trauma Syndrome: Compound Reaction • Rape-Trauma Syndrome: Silent Reaction • Relocation Stress Syndrome • Relocation Stress Syndrome, Risk for • Role Conflict, Parental • Role Performance, Ineffective • Self-Care Deficit: Bathing/Hygiene • Self-Care Deficit: Dressing/Grooming • Self-Care Deficit: Feeding • Self-Care Deficit: Toileting • Self-Concept, Readiness for Enhanced • Self-Esteem, Chronic Low • Self-Esteem, Situational Low • Self-Esteem, Risk for Situational Low • Self-Mutilation • Self-Mutilation, Risk for • Sensory Perception, Disturbed (Specify: Visual, • Auditory, Kinesthetic, Gustatory, Tactile, • Olfactory) • Sexual Dysfunction • Sexuality Patterns, Ineffective • Skin Integrity, Impaired • Skin Integrity, Risk for Impaired • Sleep Deprivation • Sleep Pattern Disturbed • Sleep, Readiness for Enhanced • Social Interaction, Impaired • Social Isolation • Sorrow, Chronic • Spiritual Distress • Spiritual Distress, Risk for • Spiritual Well-Being, Readiness for Enhanced • Spontaneous Ventilation, Impaired • Sudden Infant Death Syndrome, Risk for • Suffocation, Risk for • Suicide, Risk for • Surgical Recovery, Delayed • Swallowing, Impaired • Therapeutic Regimen Management: Community, • Ineffective • Therapeutic Regimen Management, Effective • Therapeutic Regimen Management: Family, • Ineffective • Therapeutic Regimen Management, Ineffective • Therapeutic Regimen Management, Readiness for • Enhanced • Thermoregulation, Ineffective • Thought Processes, Disturbed • Tissue Integrity, Impaired • Tissue Perfusion, Ineffective (Specify: Renal, • Cerebral, Cardiopulmonary, Gastrointestinal, • Peripheral) • Transfer Ability, Impaired • Trauma, Risk for • Unilateral Neglect • Urinary Elimination, Impaired • Urinary Elimination, Readiness for Enhanced • Urinary Incontinence, Functional • Urinary Incontinence, Reflex • Urinary Incontinence, Stress • Urinary Incontinence, Total • Urinary Incontinence, Urge • Urinary Incontinence, Risk for Urge • Urinary Retention • Ventilatory Weaning Response, Dysfunctional • Violence: Other-Directed, Risk for • Violence: Self-Directed, Risk for • Walking, Impaired


Wandering
Source.
NANDA Nursing Diagnoses: Definitions
and Classification, 2003–2004. Philadelphia: North American Nursing Diagnosis Association.











Thursday, April 12, 2007

Pengantar Pengkajian Fisik Keperawatan Untuk Mahasiswa AKPER/STIKES



Membantu Mahasiswa Keperawatan /Dosen AKPER dan STIKES
Dalam menyediakan Paket Alat Pemeriksaan Fisik Keperawatan
Paket Terjamin dan Telah Berpengalaman

Alat terdiri dari : Stetoskop, Tensimeter, Termometer, Refleks Hammer, Gunting, Klem, Pinset sirurgis dan Pinset Anatomis, Penlight, Tongue spatel, Tas Alat, Meteran, Alat KDM, Gloves, Buku Pengkajian Fisik Keperawatan karangan Robert Priharjo,

Harga Per paket Rp. 150.000,- (diskon 10%)
Hub. Yuni – 08561872273 /7716558

Via email : nurmartono.skp@gmail.com
Nury_dinar2005@yahoo.com


PENGKAJIAN FISIK KEPERAWATAN

PENGANTAR UNTUK MAHASISWA KEPERAWATAN

Outline
Pendahuluan

1. Wawancara Keperawatan

2. Pengkajian Fisik : Pendekatan, tehnik pengkajian, kriteria, metode

Pengkajian Fisik sistem "head to toe" meliputi :
a.
Sistem Syaraf Pusat
b.
Sistem Jantung dan pembuluh darah
c.
Sistem Pernafasan
d.
Sistem Pencernaan
e.
Sistem Perkemihan
f.
Sistem Integumen
g.
Sistem Muskuloskeletal
h.
Sistem Physikososial

3. Dokumentasi Keperawatan

Pendahuluan

Pengkajian fisik keperawatan pada klien dalam kondisi sehat-sakit penting dilakukan oleh perawat untuk menentukan data subjektif dan data objektif yang akan dipergunakan dalam merumuskan Diagnosa dan Rencana Asuhan Keperawatan.

Proses pengkajian fisik keperawatan meliputi tiga tahap :

  1. Wawancara (Interview)
  2. Pemeriksaan fisik
  3. Pendokumentasian : yang meliputi tahapan perumusan diagnosa keperawatan, tujuan dan rencana intervensi keperawatan.

1. Wawancara (Interview)

Tujuan dari wawancara adalah untuk merumuskan data base yang lengkap yang nantinya berhubungan dengan data sekarang dan masa lalu status kesehatan klien, yang nantinya membantu perawat menyusun Asuhan keperawatan dan membina hubungan saling percaya (trust relationship) dengan klien. Hasil wawancara ini juga akan mampu menggali informasi tentang persepsi pasien terhadap kesehatan, perhatian tentang sehat-sakit dan kebutuhan penyuluhan kesehatan. Keberhasilan dalam wawancara sangat bergantung terhadap ketrampilan komunikasi keperawatan si perawat yang bersangkutan dan penerimaan klien, serta kondisi dan situasi lingkungan. Faktor yang mempengaruhi hasil suatu wawancara adalah : keterbatasan privacy, stress emosional dan fisik, hambatan bahasa dan adanya interupsi dari pihak lain.

Apabila tidak memungkinkan melakukan wawancara dengan klien, maka sumber data dapat diperoleh dari file/rekam medik, catatan keperawatan, dan riwayat pengobatan, penyakit dan dari keluarga.

Beberapa kriteria penting dalam wawancara meliputi : status kesehatan saat ini, keluhatan utama dan gejala yang dirasakan, riwayat penyakit masa lalu, riwayat sosial dan keluarga, manajemen pengobatan dan perawatan saat ini, persepsi tentang penyakit yang diderita dan pemahaman akan penatalaksanaan medis dan rencana keperawatan

Wawancara yang dilakukan hendaknya mengarahkan perawat untuk memudahkan dalam pengkajian fisik terkait dengan keluhan klien, sehingga terfokus kepada satu sistem tubuh yang terkena penyakit.

  1. Pemeriksaan Fisik

Dari hasil wawancara maka perawat akan dapat lebih terfokus kepada satu sistem tubuh yang terkait dengan penyakit yang diderita klien. Ada 2 metode pendekatan dalam pemeriksaan fisik yaitu pendekatan sistem tubuh dan pendekatan head to toe (ujung kepala – ke kaki). Sangat direkomendasikan kita mengkombinasikan kedua pendekatan tersebut Sangat baik jika kita sebagai perawat memulai pemeriksaan fisik dari kepala dan leher, kemudian ke dada, dan abdomen, daerah pelvis, genital area, dan terakhir di ekstremitas (tangan dan kaki). Dalam hal ini dapat saja beberapa sistem tubuh dapat dievaluasi sekaligus, sehingga pendokumentasiannya dapat dilakukan melalui pendekatan sistem tubuh.

Tehnik yang dilakukan meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Umumnya semua berurutan, kecuali pengakajian fisik di abdomen yang auskultasi dilakukan setelah inspeksi. Inspeksi dilakukan melalui pengamatan langsung, termasuk dengan pendengaran dan penciuman. Sedangkan palpasi dengan menggunakan tangan kita untuk merasakan tekstur kulit, meraba adanya massa di bawah kulit, suhu tubuh dan vibrasi/getaran juga dapat dipalpasi. Berbeda dengan perkusi yang digunakan untuk mendengar suara yang dipantulkan jaringan tubuh di bawah kulit atau struktur organ. Suara yang dihasilkan dari ketukan tangan kita dapat dinilai dari timpani atau resonan dan dull atau flat . Sedangkan auskultasi dengan menggunakan stetoskop untuk mendengarkan suara organ tubuh, dan penting untuk mengkaji sistem pernapasan, jantung dan sistem pencernaan.

Sedangkan kriteria pemeriksaan fisik yang penting adalah meliputi :

a. Tanda-tanda vital / vital sign (suhu, nadi, pernapasan dan tekanan darah)

b. Observasi keaadaan umum pasien dan perilakunya

c. Kaji adanya perubahan penglihatan dan pendengaran

d. Pengakajian head to toe seluruh sistem tubuh dengan memaksimalkan tehnik inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi

Berikut ini merupakan detail pemeriksaan fisik, yang meliputi head to toe dan pendekatan sistem tubuh adalah :

a. Sistem syaraf pusat

  1. Kaji LOC (level of consiousness) atau tingkat kesadaran : dengan melakukan pertanyaan tentang kesadaran pasien terhadap waktu, tempat dan orang
  2. Kaji status mental
  3. Kaji tingkat kenyamanan, adanya nyeri dan termasuk lokasi, durasi, tipe dan pengobatannya.
  4. Kaji fungsi sensoris dan tentukan apakah normal atau mengalami gangguan. Kaji adanya hilang rasa, rasa terbakar/panas dan baal.
  5. Kaji fungsi motorik seperti : genggaman tangan, kekuatan otot, pergerakan dan postur
  6. Kaji adanya kejang atau tremor
  7. Kaji catatan penggunaan obat dan diagnostik tes yang mempengaruhi SSP.

b. Sistem Kardiovaskular

  1. Kaji nadi : frekuensi, irama, kualitas (keras dan lemah) serta tanda penurunan kekuatan/pulse deficit
  2. Periksa tekanan darah : kesamaan antara tangan kanan dan kiri atau postural hipotensi
  3. Inspeksi vena jugular seperti distensi, dengan membuat posisi semi fowlers
  4. Cek suhu tubuh dengan metode yang tepat, atau palpasi kulit.
  5. Palpasi dada untuk menentukan lokasi titik maksimal denyut jantung
  6. Auskultasi bunyi jantung S1- S2 di titik tersebut, adanya bunyi jantung tambahan, murmur dan bising.
  7. Inspeksi membran mukosa dan warna kulit, lihat tanda sianosis (pucat) atau kemerahan
  8. Palpasi adanya edema di ekstremitas dan wajah
  9. Periksa adanya jari-jari tabuh dan pemeriksaan pengisian kapiler di kuku
  10. Kaji adanya tanda-tanda perdarahan (epistaksis, perdarahan saluran cerna, phlebitis, kemerahan di mata atau kulit.
  11. Kaji obat-obatan yang mempengaruhi sistem kardiovaskular dan test diagnostik.

c. Sistem Respirasi (Pernapasan)

1. Kaji keadaan umum dan pemenuhan kebutuhan respirasi
2. Kaji respiratory rate, irama dan kualitasnya
3. Inspeksi fungsi otot bantu napas, ukuran rongga dada, termasuk diameter anterior dan posterior thorax, dan adanya gangguan spinal
4. Palpasi posisi trakea dan adanya subkutan emphysema
5. Auskultasi seluruh area paru dan kaji suara paru normal (vesikular, bronkovesikular, atau bronkial) dan kaji juga adanya bunyi paru patologis (wheezing, cracles atau ronkhi)
6. Kaji adanya keluhan batuk, durasi, frekuensi dan adanya sputum/dahak, cek warna, konsistensi dan jumlahnya dan apakah disertai darah
7. Kaji adanya keluhan SOB (
shortness of breath)/sesak napas, dyspnea dan orthopnea.
8. Inspeksi membran mukosa dan warna kulit

9. Tentukan posisi yang tepat dan nyaman untuk meningkatkan fungsi pernapasan pasien
10. Kaji apakah klien memiliki riwayat merokok (jumlah per hari) dan berapa lama telah merokok
11. Kaji catatan obat terkait dengan sistem pernapasan dan test diagnostik


d. Sistem Pencernaan

1. Inspeksi keadaan umum abdomen : ukuran, kontur, warna kulit dan pola pembuluh vena (venous pattern)
2. Auskultasi abdomen untuk mendengarkan bising usus
3. Palpasi abdomen untuk menentukan : lemah, keras atau distensi, adanya nyeri tekan, adanya massa atau asites
4. Kaji adanya nausea dan vomitus
5. Kaji tipe diet, jumlah, pembatasan diet dan toleransi terhadap diet
6. Kaji adanya perubahan selera makan, dan kemampuan klien untuk menelan
7. Kaji adanya perubahan berat badan
8. Kaji pola eliminasi : BAB dan adanya flatus
9. Inspeksi adanya ileostomy atau kolostomi, yang nantinya dikaitkan dengan fungsi (permanen atau temporal), kondisi stoma dan kulit disekitarnya, dan kesediaan alat
10. Kaji kembali obat dan pengkajian diagnostik yang pasien miliki terkait sistem GI

e. Sistem Perkemihan
1. Kaji kebiasaan pola BAK, output/jumlah urine 24 jam, warna, kekeruhan dan ada/tidaknya sedimen
2. Kaji keluhan gangguan frekuensi BAK, adanya dysuria dan hematuria, serta riwayat infeksi saluran kemih
3. Palpasi adanya distesi bladder (kandung kemih)
4. Inspeksi penggunaan condom catheter, folleys catheter, silikon kateter atau urostomy atau supra pubik kateter
5. Kaji kembali riwayat pengobatan dan pengkajian diagnostik yang terkait dengan sistem perkemihan

f. Sistem Integumen
1. Kaji integritas kulit dan membrane mukosa, turgor, dan keadaan umum kulit (jaundice, kering)
2. Kaji warna kulit, pruritus, kering, odor
3. Kaji adanya luka, bekas operasi/skar, drain, dekubitus, dsb
4. Kaji resiko terjadinya luka tekan dan ulkus
5. Palpasi adanya nyeri, edema, dan penurunan suhu
6. Kaji riwayat pengobatan dan test diagnostik terkait sistem integument

g. Sistem muskuloskeletal

1. Kaji adanya nyeri otot, kram atau spasme
2. Kaji adanya kekakuan sendi dan nyeri sendi
3. Kaji pergerakan ekstremitas tangan dan kaki, ROM (range of motion), kekuatan otot
4. Kaji kemampuan pasien duduk, berjalan, berdiri, cek postur tubuh
5. Kaji adanya tanda-tanda fraktur atau dislokasi
6. Kaji ulang pengobatan dan test diagnostik yang terkait sistem musculoskeletal

i. Sistem Physikososial
1.
Kaji perasaan pasien tentang kondisinya dan penyakitnya
2.
Kaji tingkat kecemasan, mood klien dan tanda depresi
3.
Kaji pemenuhan support sistem
4.
Kaji pola dan gaya hidup klien yang mempengaruhi status kesehatan
5.
Kaji riwayat penyalah gunaan obat, narkoba, alkohol, seksual abuse, emosional dan koping mekanisme
6.
Kaji kebutuhan pembelajaran dan penyuluhan kesehatan

3. Dokumentasi

Semua informasi yang dieproleh dari hasil wawancara dan pemeriksaan fisik harus didokumentasikan dalam catatan pengkajian keperawatan klien. Hal ini nantinya mendukung pencatatan data objektif dan data subjektif, yang mengarahkan diagnsa keperawatan yang akan ditegakkan. Rencana dan tujuan nursing care plan (NCP) yang akan dibuat sesuai format PER (Problem – Etiologi dan Respon) akan berguna untuk perawat, pasien dan tenaga kesehatan lainnya

KUNJUNGI :
KEDAI PERAWAT

Monday, April 02, 2007

Indonesia "Jamu" : An alternative theraphy



INDONESIA "JAMU"

AN ALTERNATIVE THERAPHY

If you came to Indonesia to search alternative medicine out off hospital, you will find many kind traditional healing process there. Such as acupuncture (from Chinese), bekam (Arabic), etc - but still the number one famous in Indonesia is jamu (original from Indonesia). Indonesia is a fascinating country, with many local traditions, customs and beliefs. People are often superstitious and even believe in black magic.

Meanwhile Indonesia has the world’s largest biodiversity reservoir with around 140 million hectares of rainforest. Therefore, nature is deeply rooted in the life of the people culturally, socially and economically. Traditional herbal medicine derived from leaves, fruits, roots, seeds, flowers or tree barks, has been widely used since ancient times.1)

Indonesia is the world’s second richest megacenter of biodiversity, after Brazil. The country, comprising over 17,000 islands, covers only 1.3 per cent of the earth’s surface, but it contains almost 15 per cent of all higher plants and a significant share of the world’s fauna. According to the country study on biodiversity in 2003, the number of species of flowering plants in Indonesia is between 25,000 and 30,000, and 10 per cent of the total flora of Indonesia is thought to have medicinal value. Around 40 million people depend directly on the country’s biodiversity, and the communities make use of around 6000 plant species.

With a population of over 220 million people, Indonesia has at least 336 different cultures, speaking more than 250 languages. Thanks to this diverse culture, Indonesia has many different varieties of traditional medicine, depending on the local geography, ethnic groups and the historical processes of the communities. However, jamu, which originated in Java, and probably dates back to the construction of the world-famous Borobudur Temple in the late eighth and early ninth centuries, is the most wide-spread form of traditional medicine in the country.

There are thousands of jamu ladies roaming Indonesia’s narrow streets and kampongs (hamlets), offering a glass of freshly prepared herbal medicine, which is usually mixed with raw egg and honey. In addition to the ‘mobile’ jamu ladies, there are also many jamu stalls almost everywhere.

Apart from homemade fresh jamu, the jamu vendors also offer herbal medicine produced by jamu manufacturers. At present, one could easily buy ready-made jamu packed in powder form, as pills, capsules, tonics, oil and ointments. Jamu is used to treat a wide variety of ailments ranging from fatigue and headache to malaria. It also supplies the body with vitamin C, cleanses the blood, keeps the body in good shape, and makes the skin smooth.2)

'Back to nature' is not merely a slogan in Java and Indonesia. The visible proof is the use of traditional herbal medicine of various type of 'medical plants', either from the leaves, the fruits, the roots, the flowers or the barks, etc. These herbal medicine had been used since the ancient time up to now, it is largely consumed by people of different level; lower, middle and upper, in the villages and in the big cities.

The study of jamu had been conducted by Rumphius, a botanist as early as the year 1775 AD by publishing a book 'Herbaria Amboinesis'. A scientific research for jamu by the research center of herbal medicine in Bogor Botanical Garden, resulting a publication of a book 'Medical Book for Children and Adults', composed by E. Van Bent.

The first seminar about jamu has been held in Solo in 1940, followed by a Formation of Indonesia's Jamu Committee in 1944. In the 1966, a seminar on jamu was held again. In 1981, a book by title of 'The use of Medical Plants' was established to support the jamu industry in the country. The method of using the jamu remains the same as the ancestors did. Some are consumed by drinking it and some are for outside application.

At present one could buy easily ready made jamu packed modernly in the form of powder, pills, capsules, drinking liquid and ointments. Of course there are still jamu shops, which sell only ingredients or prepare the jamu on spot as required by buyers. Some women are roaming the street to sell jamu, is a common view across the country. 3)

JAMU IS GOOD BUSINESS IN INDONESIA

The number of smaller businesses involved in the manufacture of jamu exploded in the late 1980s and through the 1990s. By 1998, nearly 700 firms making traditional medicines were registered with the Department of Health. Seventy nine of these were classed as industries proper, the remainder as small (often home) industries. This number does not include the many tiny household enterprises that operate without formal approval.

However, the commercial production of jamu is dominated by a few large companies. These firms generally began as family businesses but over time expanded into modern industries manufacturing jamu for both domestic and export markets. The earliest companies were Jamu Cap Jago founded in 1918 and jamu nyonya meneer founded in 1919. Other main players in the jamu business have been Sido Muncul (1951), Air Mancur (1963), and more recent firms such as Mustika Ratu (1975), Sari Ayu (1979), as well as Deltomed and Borobodur.

In the 1960s and 1970s, the big jamu brands were still widely advertised at markets and fairs by teams of travelling salesmen. By the early 1980s, when the network of local distributors and agents was already well developed and the main brands were well known, the marketing strategies of the four biggest firms shifted to kiosks. Tens of thousands of kiosks were opened throughout Java and jamu companies ran training courses for their agents and sellers. The brand kiosks still exist, many in somewhat changed form, but many more kiosks of different sorts have opened over the last few years in both urban and rural areas. Kiosk owners often function as ‘consultant pharmacists’ giving advice on what jamu to take for specified ailments or needs. Local healers may write ‘prescriptions’ suggesting what jamu should be purchased at a brand kiosks. 5)

Nowadays, there are around 997 traditional medicine manufacturers in Indonesia, and 98 of them are industries. A few of the big jamu industries have exported their products such as cosmetics, oils and herbal medicines for women and babies to Malaysia, Singapore, India, Pakistan, Europe, the United States, and several Middle Eastern countries.

The proceeds of the herbal medicine sales domestically reached around 2 trillion Indonesian Rupiahs (Rp) annually or about US$225 million, and its export value was only US$5 million, according to data from the Indonesian Food and Medicine Supervisory Body (POM) in 2002. The figure was very small compared with China’s domestic sale value at US$5 billion and its export at US$1 billion. The demand for herbal diet supplements alone is estimated to be worth US$43 billion annually in the global market.

“Business opportunities for traditional medicines are very promising, both in the domestic and international markets. We have not tapped it maximally,” said Eng. Asyiantini, the organizing committee chairman of the Indonesian Biopharmacy Exhibition and Congress (IBEC) that was held in Yogyakarta from July 14 to 18, 2004. She said that the herbal medicine industry uses only around 500 species out of the total 7,000 known medicinal plants available in the country.

Meanwhile, according to Charles Saerang, secretary general of the Indonesian Traditional Herbal Medicines Producers Association (GPJTI), it is quite ironic that in herbal medicine production, the country falls far behind countries such as China, KoreaJapan. Political will from the government is a must for the country to rapidly develop the traditional medicine industry if Indonesia wants to compete with other countries.

JAMU IS TRADITIONAL COSMETIC

Many Indonesian women use jamu for traditional cosmetic, such as brand name nyonya meneer and mustika ratu. In principle there are several types of jamu. For example, one type maintains physical fitness and health, and another type treats various kinds of illness. Jamu for babies is also available, usually in oil form. There are also herbal cosmetics to maintain the natural beauty of women, and special jamu for pregnant women during the pre- and post-natal periods.

An estimated 80 percent of the Indonesian population has tried jamu at some stage of their lives. For Indonesian women, jamu is considered essential to keep them young and beautiful for their husbands. Drinking jamu is a must for women after giving birth, although some might hate its bitter taste. A special treatment for women in their post-natal period is usually a combination of massage, body wraps and tonics to help them regain their figures and eliminate stretch marks.

Almost every woman is concerned that her physical appearance always remains slim and beautiful with an alluring bright smiling face. As a Javanese idiom says, “Ngadi Sarira”, or “to maintain the body to be always in a perfect condition is of prime importance.”

In Javanese culture, the ladies of the royal families have a reputation of inheriting the beauty of goddesses from paradise. Nowadays, many women from outside the palace walls know some secrets of the royal palace culture of Ngadi Sarira. Jamu is widely used to give an inner beauty, which is thought to result from good physical health.

Some jamu products are consumed directly by drinking or eating it. For instance, eating kepel fruit (a brown fruit of a chicken egg size) gives the body - and even the urine - a fragrant odor similar to that of the fruit itself. Some traditional cosmetics include bedak dingin (a cool powder made from tendered rice with special ingredients such as pandanus and kenanga flower) and lulur bathing powder for scrubbing. Finally, a hair oil called cemceman, made of coconut oil with pandanus, kenanga flower, jeruk purut etc. is applied

Among common herbs used in jamu prescriptions are ginger (Zingiber officinale), wild ginger (Curcuma cautkeridza), turmeric (Curcuma domestica), greater galingale (Kaempferia galanga), kumis kucing (Orthosiphon aristatus), bengle (Zingiber bevifalium), secang (Caesalpinia sappan hinn), brotowali (Tiospora rumpii boerl), calamondin (Citrae aurantifalia sivingle), cinnamon (Gijeyzahyza glabra), and alang-alang (Gramineae).

JAMU NOT DRUGS ? What kind of disease could jamu cure?

The reply is almost every disease, jamu could cure. There are various kinds of jamu to combat different kind of illness. In Principle there are two types of jamu; the first is jamu to maintain physical fitness and health, the locally popular are Galian Singset (to keep women body fit and slim) and Sehat Lelaki (to keep men body healthy). The second is jamu to cure various kinds of illness. Except the above, there are special jamu created with the purpose to maintain a loving family harmony. The popular products among other are Sari Rapet, which makes a women sexual organ in a good condition, as for the man the matched product is jamu Kuat Lekaki (strong man). The Javanese are also taking a great care to pregnant women during pre and postnatal period by producing the related jamu. There are also jamu for the babies. 3)

The most glaring differences between Jamu and Modern medicine is in material. Jamu uses many kinds of nature herbs, even modern medicines from synthetic alchemy compound. So, Jamu has relatively fewer side effects than modern medicine. In other word Jamu has no alcohols, no narcotics, and no side effects. 6)

The Indonesian people like to consume jamu due to :

  1. Availability in many places
  2. Comparatively cheap price
  3. No side effects
  4. Not IV therapy, only oral or topical. 4)

There are hundreds of herbs for jamu prescriptions, among other are:

Spices such as : Ginger (Zingiber Officinale), Lempuyang (Zingiber Oronaticum), Temu Lawak/ Wild Ginger (Curcuma Cautkeridza), Kunyit/ Tumeric (Curcuma Domestica), Kencur/ Greater, Galingale (Kaemferi Galanga), Lengkuas/ Ginger Plant (Elpina Galanga), Bengle (Zingiber Bevifalium)

Leaves such as : Secang (Caesalpinia Sappan Hinn), Sambang Dara (Rexco Ecaria Bicolar Hassk), Brotowali (Tiospora Rumpii Boerl), Adas (Foeniculum Vulgare Mill)

Fruits such as : Jeruk Nipis/ Calamondin (Citrae Aurantifalia Sivingle), Ceplukan (Physalic Angulata Him), Nyamplung (Calophylum Inaphyllu)

Barks
Kayu Manis/ Cinamon (Gijeyzahyza Glabra)

Flowers such as : Melati/ Yasmin (Jataninum Sunbac Ait), Rumput Alang-alang (Gramineae) 4)

SOURCE :

1) http://www.baliblog.com/news/archives/003426.shtml

2 ) http://www.islamonline.net/English/Science/2004/08/article13.shtml Hani Mumtazah

3 )http://www.jamuspa.com/index.asp?PageAction=COMPANY

4 ) http://www.joglosemar.co.id/jamu.html

5 ) http://www.serve.com/inside/edit75/p14-15lyon.html

6) http://www.jamuiboe.com/eng/jamu.php