Tuesday, June 27, 2006

KIAT-KIAT DAN PENGETAHUAN TAMBAHAN UNTUK PERAWAT INDONESIA YANG INGIN BEKERJA DILUAR NEGERI


Oleh Nur Martono, SKp
Staf Nurse Al Amiri Hospital, Kuwait


Untuk perawat Indonesia yang saat ini tertarik ingin bekerja diluar negeri terutama di negara-negara Eropa, Amerika, Australia, Timur tengah dan juga Asia, maka diperlukan kiat-kiat dan pengetahuan tambahan. Meskipun saat ini banyak lembaga baik Agency/PJTKI, Pusgunakes (Pusat Pendayagunaan Tenaga Kesehatan) Depkes RI www.tenaga-kesehatan.or.id bahkan juga lembaga pendidikan (AKPER, STIKES dan FIK/PSIK), yang mulai mengarahkan pendayagunaan dan penempatan lulusannya untuk bekerja diluar negeri. Namun kesemuanya sangat tergantung kepada kesiapan individu perawat yang bersangkutan.

Ada beberapa pengetahuan dan tips yang perlu diketahui dan mungkin saja tidak diperoleh saat perkuliahan meliputi :
1.Cara mencari peluang/lowongan kerja di luar negeri
2.Test tulis keperawatan (NCLEX-RN dan CGFNS test)
3.Test bahasa Inggris (TOEFL, IELTS dan TOEIC)
4.Pengurusan passport,visa dan persiapan keberangkatan
5.Standart gaji/salary, biaya hidup/living cost, properti, dan masalah pendidikan.
6.Kesiapan fisik, mental, adaptasi sosio-kultural dan waktu proses/ tunggu keberangkatan.

Kesemuanya dapat dipelajari sejak masa kuliah, sehingga menginspirasi teman-teman perawat Indonesia untuk mencoba membuka cakrawala baru dalam dunia keperawatan. Terutama bagi mereka yang telah menyelesaikan pendidikan keperawatan, dari AKPER ataupun S1 Keperawatan dan diharapkan telah memiliki pengalaman bekerja minimal 2 (dua) tahun di RS/klinik. Ini semua dapat menjadi alternatif solusi sulitnya mendapatkan kesempatan berkarir sebagai perawat di Indonesia, ada baiknya mencoba untuk dapat bekerja di pelayanan klinik di RS/klinik diluar negeri .

Ada beberapa kelebihan dan peluang bagi perawat Indonesia yang berminat bekerja diluar negeri. Saat ini sebenarnya sangat banyak sekali permintaan perawat untuk bekerja diluar (job order), hanya saja permintaan tersebut belum dapat dimaksimalkan oleh perawat Indonesia. Banyak pula sebetulnya kesempatan dan keunggulan yang diperoleh bagi perawat Indonesia jika dapat bekerja diluar negeri dengan kemungkinan dapat meningkatkan pengetahuan meliputi konseptual skill, tehnikal skill dan managerial skill dalam bidang keperawatan sesuai standar internasional, peningkatan kemampuan berbahasa inggris sebagai bahasa internasional, peluang belajar/melanjutkan pendidikan diluar negeri dan peningkatan kesejahteraan perawat itu sendiri.

Namun itu semua terpulang kembali kepada motivasi dan keinginan individu perawat itu sendiri, dimana trendnya memang banyak perawat Indonesia yang saat ini banyak bekerja diluar negeri adalah mereka yang berada di usia early middle age (25 – 30 tahun) dan middle age (30 – 40 tahun). Hal ini dengan asumsi pada usia early middle age adalah perawat yang baru saja lulus pendidikan AKPER/S1 yang tentu saja mereka adalah pencari kerja dan memutuskan bekerja diluar negeri dengan motivasi pengalaman dan gaji yang lebih besar daripada bekerja di Indonesia dan perawat yang berada di middle age adalah yang selama ini tidak puas dengan kondisi bekerjanya di Indonesia dengan motivasi yang hampir sama. Kedua kelompok perawat pada usia tersebut adalah usia produktif, yang tentu saja perlu dibekali dengan pengetahuan tambahan agar dapat memotivasi dan mempermudah mereka dapat bekerja diluar negeri.

Hanya saja memang mestinya ada target-target angka dari lembaga/pengelola penempatan perawat atau PPNI sebagai organisasi profesi, misalnya dapat menjadikan hal ini dalam program yang terintegrasi. Sehingga banyaknya lulusan D3/S1 yang belum bekerja saat ini dapat dijembatani dengan Program Penempatan Perawat Indonesia diluar negeri yang terintegrasi dalam model konsursium nasional . Saat ini ada sekitar 250.000 perawat Indonesia, seandainya kita mematok target di tahun 2010 katakan saja 10%-nya bekerja diluar negeri, maka ada 25.000 perawat (saat ini baru 5.000) perawat Indonesia yang bekerja diluar negeri. Angka tersebut masih kecil sekali, jika dibandingkan 40% total perawat India dan Philipina yang bekerja di luar negaranya, dimana mereka memang terinspirasi sejak di perkuliahan.

Berikut ini merupakan informasi tambahan untuk teman-teman perawat yang berminat dan ingin mencoba untuk dapat bekerja di luar negeri :

1.Cara mencari peluang/lowongan kerja di luar negeri

•Mencari peluang penempatan melalui agency atau PJTKI di Indonesia yang selama ini telah menempatkan perawat diluar negeri seperti : PT.Binawan Inti Utama, PT Amri, dsb
•Menghubungi kedubes atau lembaga asing : British Council, AUSAID
•Aktif aplikasi on-line melalui internet, www.gunamandiri.com, www.allnurses.com, www.perawat.blogspot.com, www.indonurse.blogspot.com,
•Mencari sponsor langsung bersifat individu, LSM atau kelembagaan
•Melalui pendidikan/sekolah di luar negeri

2.Test tulis keperawatan (NCLEX-RN Test dan CGFNS)

Untuk dapat mempersiapkan diri dalam test tulis keperawatan, maka secara Internasional semua negara mengadopsi model NCLEX-RN (The National Council Licensure Examination for Registered Nurses) dan CGFNS (The Commission on Graduates of Foreign Nursing Schools), yang tentu saja perlu dipelajari oleh perawat Indonesia.

Test NCLEX-RN dan CGFNS ini terdiri dari rangkaian pertanyaan simultan dalam konsep keperawatan yang terdiri dari 5 tahapan proses keperawatan (Pengkajian-Analisa-Perencanaan-Inplementasi-Evaluasi) dan 4 konsep katagori kebutuhan manusia (Safe effective care environtment – Health promotion and maintenance – Psychosocial integrity – Physiological Integrity).

NCLEX-RN test adalah test dasar entry-level untuk praktek keperawatan di 50 negara bagian USA, yang saat ini banyak diadopsi negara lain. Banyak buku-buku tentang NCLEX seperti karangan Kaplan, Saunders, Mosby, dsb. Atau kunjungi website www.nclex.com, www.nclex-rn.blogspot.com, www.kaptest.com, BELAJAR NCLEX dsb. Secara umum test ini menggunakan computer dengan model CAT (Computer Adaptive Test) dengan jumlah total pertanyaan 75 – 265 pertanyaan berupa multiple choice, dengan waktu test maksimal 5 jam. Apabila anda dapat memenuhi mimimal kompetensi dan passing grade maka dalam batas minimal 75 soal anda bisa dinyatakan lulus/tidak dan computer tersebut akan memberikan penilaian langsung, atau dengan maksimal 265 soal/maksimal 5 jam waktu test. Apabila anda berminat test NCLEX hanya dapat dilaksanakan di Hongkong(untuk kawasan Asia) atau langsung di USA. Jadual test ini bersifat individu sesuai dengan hasil aplikasi masing-masing (tidak terjadual).

Semua negara bagian di USA mensyaratkan test NCLEX-RN dan untuk lulusan S1 Keperawatan (BSN) dapat langsung untuk dapat menempuh test ini, sedangkan mereka yang lulusan AKPER/D3 Keperawatan mereka harus menempuh CGFNS test terlebih dahulu, untuk dapat bekerja di USA. Untuk negara-negara di Timur tengah mereka hanya mengadopsi soal-soal test keperawatan dari buku-buku NCLEX saja, dan tidak menggunakan test dengan model CAT/computer.

Test CGFNS dapat diaplikasi melalui www.cgfns.or , www.cgfns-info.blogspot.com untuk kawasan asia test ini dapat dilaksanakan di Jakarta (kode 192), Bangkok, Manila dan Hongkong. Test ini terjadual dan berlangsung 3 (tiga) kali setahun untuk 2 tahun terakhir (Desember 2005, Mei dan Agustus 2006, Januari, Mei dan September 2007). Secara umum untuk negara lain diluar USA tidak mensyaratkan test ini, dan setiap lulusan D3/AKPER perlu lulus test CGFNS sebelum menempuh NCLEX-RN test (tidak semua negara bagian).
.
3.Test bahasa Inggris (TOEFL, IELTS dan TOEIC)

Setiap negara memiliki ketentuan dan requirement yang berbeda-beda tentang passing grade kemampuan bahasa Inggris perawat yang dibutuhkannya. Untuk negara-negara di Timur Tengah dan Asia, mereka tidak memerlukan passing grade hanya saja diharapkan kandidat perawat memiliki kemapuan TOEFL minimal diatas 400. Untuk negara-negara di Eropa, Amerika dan Australia diharapkan dapat minimal score TOEFL 540, TOEIC 725 dan IELTS 6.5.

4.Pengurusan passport,visa dan keberangkatan

Ada baiknya setelah lulus proses seleksi lebih baik menggunakan agency/PJTKI yang memang telah berpengalaman untuk negara tujuan. Yang terpenting adalah mesti mensiapkan dokumen dan biaya, dan memiliki informasi karena setiap agency/PJTKI memiliki link/pengalalaman yang berbeda-beda, karena Agency “A” bisa masuk ke negara USA, tetapi mungkin tidak punya link ke timur tengah, atau sebaliknya. Sehingga jangan sampai kita salah memilih agency/PJTKI yang mestinya akan membantu kita.


5.Standart gaji/salary dan biaya hidup/living cost.

Perlu dipertimbangkan jangan hanya melihat besaran salary (rata2 U$ 1.000 – U$ 5.000/month), pertimbangkan juga apakah negara tempat bekerja memberlakukan tax (berapa prosentasenya), biaya hidup minimal/living cost meliputi flat/apartemen (biaya terbesar), makan dan trasportasi dan kebutuhan komunikasi dan telekomunikasi.

Pertimbangkan juga kondisi negara tujuan menjebak kita menjadi lebih berpikir bekerja diluar negeri sebagai “asset” atau malahan menjadi “liabilitas” semata.

Usahakan mendapat informasi tentang berapa salary/hour, sistem pajak/tax, biaya flat dan living costnya. Seperti kelebihan bekerja di negara-negara Timur tengah adalah free tax dan umumnya disediakan akomodasi (flat, makan dan antar jemput, serta tiket bahkan pendidikan untuk keluarga). Untuk negara-negara di Amerika, Eropa dan Australia living cost, flat dan transportasi sebaiknya diperhitungkan dengan matang. Pertimbangkan juga kesempatan untuk dapat meningkatkan jenjang pendidikan keperawatan sehingga proses pendidikan berkelanjutan (long life education) tetap berlanjut, dan mungkin saja kita bisa mendapatkan uang, pengalaman dan gelar sampai Master of Nursing di luar negeri.

6.Kesiapan fisik, mental, adaptasi sosio-kultural dan waktu tunggu/waktu keberangkatan.

Setelah perawat dinyatakan lulus seleksi, maka ada faktor penting yang perlu dipertimbangkan melalui kesiapan fisik (lulus medical test) minimal Chest - XR (bebas TB), HCV/Hepatitis C negatif dan HIV/AIDS negatif. Kesiapan mental meliputi informasi awal tentang masing-masing keadaan sosio-kultural negara tujuan adalah penting, namun secara umum kondisi bekerja diluar negeri sangat berbeda dengan saat kita bekerja di Indonesia. Rata-rata jam kerja hampir sama 40 – 48 jam kerja/minggu, namun tuntutan pelayanan kesehatan yang professional, cepat dan akurat menuntut kita lebih disiplin dan “kerja keras”.

Perlu juga disiapkan contact person sebagai teman untuk membantu kita, terutama di negara yang bersangkutan yang lebih dulu bekerja dan memahami keadaan lingkungan sekitar tersebut. Dan culture shock, kendala bahasa, konflik di tempat kerja, isolasi antar negara, dan perasaan jauh dari keluarga dan teman adalah hal yang pasti akan dialami, tinggal bagaimana kita mensiasatinya kearah konstruktif.

Waktu tunggu saat mengikuti pelatihan hingga keberangkatan rata-rata 2 -5 tahun, sehingga saat memutuskan untuk bekerja diluar negeri tidak lantas berpikir cepat untuk berangkat. Ada baiknya selama proses pelatihan – pemberangkatan, diharapkan sambil tetap bekerja di Indonesia dengan asumsi tetap mendapatkan pengalaman dan ada penghasilan selama mengikuti proses ini.

Dengan tetap berpikir positif, yakin dan percaya bahwa pilihan bekerja diluar negeri sebagai “exit plan” adalah sebuah solusi semakin tingginya jumlah perawat kita yang tidak bekerja. Diluar perlu adanya antisipasi pasca kontrak kerja berakhir, dan adanya kemungkinan “brain drain”, dimana semakin banyak tenaga professional perawat berpindah dari Indonesia ke luar negeri. Tetapi 2 sisi peningkatan kesejahteraan dan peningkatan jenjang pendidikan perawat adalah kunci dari semua permasalahan yang ada pada perawat Indonesia.

Keep Spirit On

Monday, June 26, 2006

"Liver Abcess Disease"


Basic Theory Liver Abcess

Two category : Amebic and pyogenic. Amebic liver abcess (commonly because Entamoeba histolytica), common cause on tropic or developing country.

Pathopysiology
Whenever an infection develops anywhere along the biliary of GI tract, infecting organism may reach the liver through the biliary system, portal venous system, or hepatic arterial or lymphatic system. The bacterial toxins destroy the neighboring liver cells, and resulting necrotic tissue serves as a protective wall for the organism.

Meanwhile, leucocytes migrate into infected area. Make abcess cavity full of a liquid, dead leucocytes and liver cell and bacteria. Pyogenic abcess of this type may be single, multiple and small. Examples of causes of pyogenic liver abcess include cholangitis and abdominal trauma.

Clinical manifestation
Fever with chills and diaphoresis, malaise, anorexia, nausea, vomiting, and weight loss may occur. Complaint dull abdominal pain and tenderness in the right upper quadrant abdomen. Hepatomegaly, jaundice, anemia, pleural effusion may develop. Sepsis and shock may be severe and life threatening.

Assessment and diagnostic finding
Blood culture are obtained but may not identify the organism. Aspiration of liver abcess guided US or CT scan, may be performed to assist in diagnosis and to obtain cultures of the organism. Percutaneous drainage of pyogenic abcess is carried out to evacuate abcess material and promote healing, with a catheter may be left in place for continues drainage.

Medical Management
Antibiotic iv therapy, the specific antibiotic use in treatment depends on the organism identified. Open surgical drainage may be required if antibiotic therapy and percutaneous drainage are ineffective.

NURSING CARE PLAN

Nursing Diagnoses :
1. Abdominal pain; discomfort R/T inserted liver drainage, process of diseases
2. Increased body temperature : hyperthermia, fever R/T infectious, presented abcess
3. Altered nutrition : less than body requirements R/T nausea, vomit, inadequate intake
4. Risk impaired skin integrity R/T inserted liver drainage tube
5. Potential Infectious large; septic R/T Inaddequate therapy, weakness
6. Anxiety R/T knowledge deficit about diseases and management therapy

Nursing objective :
1. Reduce pain : able torest, no complaint of pain and discomfort
2. Reduce fever : T normal
3 Provide adequate nutrition : adequate body weight, no vomit, Albumin normal
4. No inflammation on drainage area, sign of redness, adequate fixations
5. Healing of infectious, no signs septic, reduce : abcess drainage
6. No anxiety, ptn able to understands medication, management therapy and follow up treatment

Nursing Intervention
1. Abdominal pain; discomfort R/T inserted liver drainage, process of diseases
A. Asses and checked signs and complaint of pain
B. Suggested deeph breathing exercise and distraction technique
C. Apply compress on pain area
D. Suggest patients to take little food but frequent
E. Administered soft diet, low residu, and hepatic diet
C. Administered pain killer, analgesic as order
F. Administered antacid, zantac as order

2. Increased body temperature : hyperthermia, fever R/T infectious, presented abcess
A. Observed vital signs, monitor Temperature
B. Apply cold compress on axilla if fever
C. Administered antipiretic : panadol as order
D. Suggested increase oral intake
E. Administered IVF as order
F. Apply thick cloth or thick blanket
G. Sent all c/s screening as order

3.Altered nutrition : less than body requirements R/T nausea, vomit, inadequate intake, loss appetite
A. Asses frequent, appetite, type of diet or eating patient
B Assist ptn and encourage him to take food
C. Suggested ptn take diet frequently, little amount
D. Observed signs of vomit, nausea
F. Administered IVF as order
G. Measure body weight
H. Monitor lab : albumin, cholesterol
I. Administered anti emetic as order

4. Risk impaired skin integrity R/T inserted liver drainage tube
A. Observed patent of liver drainage
B. Observed signs redness, warm, or drainage condition on area of liver drainage
C. Do dressing with sterile technique daily with betadine and NS
D. Suggested ptn carefully during handling the liver tube, dont put bag more higher than abdomen area, do clamp as necessary
E. Daily changed clothe and linen
F. Suggested ptn not to removed or touch drain area

5. Potential Infectious large; septic R/T Inaddequate therapy, weakness
A. Observed and monitor output and condition of liver abcess drainage
B. Sent all diagnostic blood : CBC, ESR, blood c/s, liver abcess c/s, gram strain, differential etc
C. Administered antibiotic as order
D. Suggested ptn to follow up therapy
E. Informed diagnostic procedure ; U/S, blood report and drainage condition
F. Encourage high calorie high protein diet

6. Anxiety R/T knowledge deficit about diseases and management therapy
A. Assess patient knowledge about cause, prognosis, medication and treatment of diseases
B. Checked and assess signs of anxiety, un able to sleep
C. Explain about patient condition, cause, prognosis, management and supportive therapy
D. Suggested ptn to avoid alcohol drugs induced hepatotoksid
E. Explain that drainage will be d/c after less puss or drain and only temporary
F. To take all antibiotic as order
G. To prevent eat, drink from good source

Sunday, June 25, 2006

"Distance Learning"


Distance Learning Program Bachelor Science in Nursing For Diploma of Nurses graduation from Indonesia which worked in overseas

by : Nur Martono, SKp
Staf Nurse Ward 7 Al Amiri Hospital Kuwait
Ministry of Health Kuwait


Pendidikan keperawatan program Sarjana Keperawatan dimulai di Indonesia pertama kalinya dengan berdirinya Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) di tahun 1985, yang waktu itu masih tergabung dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Seiring dengan perkembangan berbagai Fakultas di UI, di tahun 1995 maka secara resmi Fakultas Ilmu Keperawatan (FIK) di UI terbentuk.

Saat ini menurut data terakhir Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI) Depdiknas RI telah ada 12 Universitas Negeri yang menyelenggarakan program pendidikan Sarjana keperawatan dan ners, baik yang telah menjadi fakultas dan atau masih program studi di Universitas negeri dan 14 program studi di Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) swasta di Indonesia yang menyelenggarakan program yang sama.

Sejalan dengan itu, di era tahun 2000 semakin banyak perawat Indonesia yang bekerja di luar negeri dengan semakin banyaknya peluang penempatan (job order) untuk perawat Indonesia untuk semua jenjang pendidikan. Namun jumlah tersebut masih sebagian besar diisi oleh lulusan perawat setingkat D3 yang ada di Indonesia. Dibandingkan dengan negara-negara lainnya sebagai kompetitor penyedia tenaga perawat seperti India dan Philipina yang hampir 40% tenaga keperawatannya bekerja di luar negaranya adalah lulusan S1 (BSN).

Upaya untuk meningkatkan jenjang pendidikan perawat Indonesia adalah mutlak menjadi hak setiap individu perawat tersebut, kapanpun dan dimanapun saat ini si individu tersebut berada. Tentu saja hal ini juga menjadi hak bagi perawat Indonesia yang saat ini berada dan sedang bekerja di luarnegeri yang hampir 5000 perawat Indonesia saat ini bekerja di luarnegeri di berbagai pelayanan kesehatan baik di RS maupun di klinik.

Di setiap negara tentu saja kesempatan untuk perawat Indonesia untuk melanjutkan pendidikan sangat beragam tergantung dari sistem pemerintahan dan kesempatan pendidikan di negara yang bersangkutan. Untuk beberapa negara di belahan benua Amerika, Amerika dan Australia khususnya kesempatan untuk itu lebih besar, meskipun dengan biaya yang mahal. Pendidikan untuk BSN baik program full time/part time atau distance learning model membutuhkan biaya rata-rata tuition fee persemester adalah U$ 5.000. Hal tersebut tidak dirasakan untuk sebagian besar perawat Indonesia yang bekerja di Timur Tengah, seperti di Kuwait, Arab Saudi, UEA, Qatar dan Bahrain yang hampir berjumlah 3000 orang. Hal ini lebih dikarenakan sistem pemerintahan dan sistem pendidikan yang berbeda, sehingga kesempatan pendidikan tersebut terbatas. Namun saat ini sebagian dari mereka telah ada pula yang mengikuti pendidikan distance learning untuk BSN dengan beberapa Universitas di Australia.

Untuk itu sudah selayaknya pula pengelola pendidikan keperawatan di Indonesia khususnya untuk Sarjana Keperawatan dapat memikirkan dan mengembangkan program kuliah jarak jauh dengan tetap mengikuti sistem pendidikan di Indonesia. Terlebih lagi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK – UI) yang memang saat ini UI sendiri telah merencanakan Go Internasional.

Sudah selayaknya penyelenggara pendidikan keperawatan dapat mengeksport model pendidikannya minimal untuk warga negara Indonesia di luar negeri, tanpa harus ikut-ikutan trend dan latah mengimport twinning program yang notabene mengimport model pendidikan terkecuali untuk pengembangan keilmuan dan penempatan lulusan di luar negeri.


Konsep Dasar Pendidikan Jarak Jauh

Secara konseptual perbedaan sistem pendidikan konvensional (yang mengandalkan bentuk tatap muka) dan pendidikan jarak jauh terletak pada bentuk interaksi antara peserta didik/mahasiswa dengan dosen. Namun pendidikan jarak jauh itu sendiri dianggap mempunyai potensi dan prospek yang baik karena pada dasarnya karakteristik pendidikan jarak jauh itu sendiri, dalam hal tertentu, mempunyai keunggulan jika dibandingkan dengan pendidikan konvensional. Dimana saat ini pendidikan jarak jauh lebih mengoptimalkan kemandirian mahasiswa, menggunakan sistem modul dan pembelajaran e-learning dan meminimalkan tatap muka sehingga lebih efisien dalam faktor biaya.

Menurut Giltrow (1989) istilah pendidikan jarak jauh (distance education) itu sendiri muncul dalam artikel sebuah majalah pada tahun 1903. Yang diawali di Inggris di tahun 1840 saat Isaac Pitman memulai korespondensi dengan seorang muridnya untuk pembelajaran teologi. Setengah abad kemudian, di awal 1960-an istilah tersebut muncul kembali dan tampaknya menjadi populer di tahun 1980-an. Dan saat ini distance education/distance learning dianggap sebagai nama generik dari pendidikan jarak jauh termasuk pendidikan melalui udara (radio) dan konferensi jarak jauh (tele conference) dan melalui internet (e-learning).

Di Indonesia sendiri sistem pendidikan jarak jauh dipelopori oleh Universitas Terbuka (UT) yang dimulai di tahun 1984 dengan dasar Keppres RI No 41 tahun 1984 dimana saat ini telah memiliki 60.000 mahasiswa yang hampir 80% nya adalah telah bekerja. Saat ini pemerintah telah membuka kesempatan pendidikan jarak jauh tidak lagi dimonopoli UT, namun juga diberikan kesempatan kepada PTN/PTS dengan dasar Kepmen Diknas No. 107/tahun 2001 tentang penyelenggaraan program pendidikan tinggi jarak jauh.

Perry dan Rumble, 1987 menegaskan bahwa dalam konteks pendidikan jarak jauh (distance education), pengertian "jarak jauh" (distance) adalah tidak terjadinya kontak dalam bentuk tatap muka langsung antara pendidik dan peserta didik ketika proses belajar mengajar terjadi. Dengan demikian, pendidikan jarak jauh adalah komunikasi dua arah yang dijembatani oleh media seperti surat, telepon, teleks, radio, komputer, internet akses, CD dan sebagainya. Dari segi teori, Sewart, Keagan, & Holmberg (1990) secara garis besar membedakan tiga teori utama tentang pendidikan jarak jauh yang masing-masing adalah teori otonomi dan belajar mandiri, industrialisasi pendidikan, dan komunikasi interaktif.

Teori yang pertama adalah otonomi dan belajar mandiri, pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh pandangan sosial demokrat dan filsafat pendidikan liberal yang menyatakan bahwa setiap individu berhak mendapat kesempatan yang sama dalam pendidikan dan setiap upaya instruksional hendaknya diupayakan sedemikian rupa sehingga dapat memberikan kebebasan dan kemandirian pada peserta didik dalam proses belajarnya. Peserta didik mempunyai kebebasan untuk mempertimbangkan dan memutuskan sendiri apa yang akan dipelajari dan bagaimana mempelajarinya. Artinya, jika dalam pendidikan konvensional siswa lebih banyak berkomunikasi interpersonal atau berkonsultasi dengan manusia, maka dalam pendidikan jarak jauh ia lebih banyak melakukan komunikasi intrapersonal dengan masukan berupa informasi atau bahan ajar dalam bentuk cetak maupun non cetak.

Teori yang kedua adalah industrialisasi pendidikan yang dikemukakan oleh Peters (1980) yang mengatakan bahwa sistem pendidikan jarak jauh adalah semacam bentuk industrialisasi aktivitas belajar mengajar yang dalam penyelenggaraannya bercirikan pembagian kerja dan produksi (bahan ajar) secara massal. Pendidikan jarak jauh merupakan metode untuk mengajarkan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap dengan cara menerapkan berbagai prinsip industrialisasi dan pemanfaatan teknologi yang tujuannya adalah untuk memproduksi bahan ajar yang berkualitas secara massal sehingga dapat digunakan secara bersamaan oleh sejumlah besar peserta didik yang tempat tinggalnya tersebar di seluruh pelosok negara.

Teori yang ketiga adalah teori interaksi dan komunikasi. Teori ini muncul karena banyak ahli pendidikan yang sepakat bahwa pengertian belajar mandiri tidak berarti belajar sendiri. Kontak antara peserta didik dengan komponen institusi penyelengara pendidikan jarak jauh masih diperlukan, baik untuk kepentingan hal-hal yang bersifat administratif maupun akademis; bahkan kadang-kadang psikologis. Mengenai hal-hal yang bersifat akademis, karena menyangkut esensi pendidikan itu sendiri, lembaga pendidikan jarak jauh selalu menyediakan tutor. Dengan demikian, interaksi antara peserta didik dengan pengajar tetap terjadi walaupun frekuensi dan intensitas komunikasi tersebut terbatas. Cara berinteraksi itu sendiri bisa melalui tatap muka langsung atau menggunakan media komunikasi seperti surat, telepon, komputer, dan sebagainya.


Penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh


Dewasa ini baik negara maju maupun berkembang banyak yang sudah menyelenggarakan sistem pendidikan jarak jauh untuk bidang keperawatan antara lain adalah Inggris, Jerman, Kanada, Amerika, Australia, India, Jepang, Korea, Israel, Kenya, RRC, Thailand dan Pakistan. Dengan dipraktekannya sistem pendidikan belajar jarak jauh untuk bidang keperawatan oleh berbagai negara, maka sebagai konsekuensinya adalah untuk Indonesia khususnya penyelenggara pendidikan keperawatan dituntut untuk dapat mengikuti perkembangan kearah yang sama, dengan meninggalkan konsep pendidikan keperawatan yang masih mengandalkan model tatap muka.

Mengenai model manajemen dan organisasi institusi pendidikan jarakjauh, Perry dan Rumble (1990) menyebutkan ada tiga jenis. Pertama adalah model otonom, yaitu lembaga yang khusus menyelenggarakan pendidikan jarak jauh. Kedua adalah model terpadu, yaitu institusi yang menawarkan pendidikan konvensional dan pendidikan jarak jauh sekaligus. Ketiga adalah bentuk konsorsium, yaitu semacam kerjasama antar beberapa institusi penyelenggara pendidikan jarak jauh

Media pembelajaran yang digunakan, tampaknya tiap negara menyesuaikan dengan kondisi setempat masing-masing. Walaupun pada umumya bahan ajar cetak dan non cetak ini bervariasi dari berbagai negara ke negara. Bahan ajar cetak dapat berupa teks book dan modul, sedangkan non cetak dapat berupa video, kaset,CD software (rekaman tutorial) ,email, website, radio, dan jaringan televisi. Dengan demikian, komposisi paket matakuliah tersebut tersaji dalam bentuk video, bahan cetak (buku), dan program komputer adalah 4:5:1.

Di sisi lain, penggunaan komputer di lembaga pendidikan jarak jauh tergolong cukup intensif. Penggunaan komputer, secara tipikal dikategorikan ke dalam dua kelompok, yakni untuk keperluan administratif dan akademis. Penggunaan untuk keperluan administratif antara lain meliputi administrasi data mahasiwa; keuangan; produksi, penyimpanan, dan pengiriman bahan ajar; pengolahan hasil ujian; dan sebagainya. Sedangkan untuk keperluan akademis, komputer digunakan untuk mengembangkan Computer Assisted Learning (CAL), yakni program komputer yang memungkinkan siswa mempelajari topik tertentu dan mengevaluasi hasil belajarnya sendiri dengan cara berinteraksi dengan komputer.

Prospek dan harapan pendidikan jarak jauh Sarjana Keperawatan Indonesia untuk Perawat Indonesia di Luar negeri

Saat ini ada sekitar 250.000 jumlah perawat di Indonesia, dimana dari lulusan D3 keperawatan setiap tahunnya diluluskan 23.000 orang pertahun. Secara angka hal tersebut masih absurd jika dibandingkan jumlah lulusan Sarjana Keperawatan yang baru mencapai 6.000 orang.

Sebagai komparasinya di Kuwait saat ini ada 700 orang perawat Indonesia yang saat ini bekerja, dan hanya 7 orang diantaranya yang lulusan Sarjana Keperawatan (BSN). Padahal sejak tahun 1998 semua negara lainnya seperti India, Philipina dan Mesir menempatkan lulusan S1 Keperawatan/BSN untuk bekerja di Kuwait.

Tentu saja prospek untuk melakukan program tersebut sangat besar baik untuk perawat Indonesia yang bekerja diluar dan didalam negeri, hanya saja tinggal bagaimana kesiapan dan kebijakan pendidikan keperawatan khususnya untuk lebih bijak mensikapi tantangan tersebut.

Memang ada dualisme dimana disatu pihak penyelenggara pendidikan keperawatan dituntut untuk tetap menjaga kualitas lulusan, namun pada saat yang sama juga kuantitas Sarjana Keperawatan sudah selayaknya ditingkatkan dan diakselesari dalam jumlah.

Namun sekali lagi perawat Indonesia yang saat ini bekerja di luar negeri adalah gambaran perawat profesional, mereka skillfull, berbahasa inggris aktif, aktif online internet, memiliki wawasan global dan mewakili citra perawat Indonesia di luar negeri. Dan tentu saja ini dapat menjadi satu model untuk tenaga kerja Indonesia lainnya khususnya di sektor formal, dengan menyiapkan mereka siap dalam meningkatkan kesejahteran dan level pendidikannya di luar negeri saat dan pasca kontrak kerja.

Saat ini INNA-K (Indonesian National Nurses Association in Kuwait) sedang berupaya menjajaki program kuliah jarak jauh/Distance Learning BSN dengan FIK UI dan kami telah menyebarkan kuesioner untuk 300 orang perawat Indonesia disini lulusan D3, dan hampir 90% mendukung dan bersedia mengikuti perkuliahan jika program ini dapat terlaksana segera.