Thursday, March 01, 2007

STRATEGI PENEMPATAN PERAWAT SEBAGAI TKI FORMAL

Strategi Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Formal ;

Dalam Upaya Peningkatan Penempatan Perawat Indonesia

Untuk Bekerja di luar negeri

(Bagian Pertama)

Nur Martono, SKp

Saat ini menurut data Depnakertrans di tahun 2005 angka penempatan TKI sektor formal di kawasan Asia Pasifik 192.859 orang (64,87%) dari total 297.291 orang TKI baik formal maupun informal. Sedangkan di kawasan Timur Tengah angka tersebut lebih sedikit 4.015 orang TKI formal (2,26%) dari total 177.019 orang TKI pada tahun yang sama. Angka ini memang memperlihatkan satu profil yang memerlukan analisa lebih lanjut, dalam membuat strategi penempatan TKI formal khususnya perawat.

Dilain itu kita saat ini mesti sedikit mengacungkan jempol untuk perhatian Presiden SBY dan khususnya Depnakertrans dalam kepemimpinan Bpk. Erman Suparno, yang mulai membenahi Penempatan dan perlindungan TKI. Dengan Reformasi Penempatan dan Perlindungan TKI melalui UU NO. 39 Tahun 2004 tentang ketenaga kerjaan.

Contohnya saat pemberangkatan dan kepulangan kami saat di bandara perlakuannya sangat baik dan tanpa kendala. Memang saat ini TKI yang bekerja diluar negeri tidak terlalu berharap "bombastis" diperlakukan sebagai pahlawan devisa, rasanya mereka cukup senang dan bangga apabila pulang dengan lancar dan selamat ke Indonesia, keluarga sehat dan sejahtera, ada aset dan investasi – itu saja rasanya.

Perawat Indonesia yang saat ini kurang lebih berjumlah 5.000 orang (hanya 1,4%) telah menjadi bagian TKI formal, yang telah bekerja di berbagai negara di kawasan Asia Pasifik, Australia, Timur Tengah, Eropa dan Amerika Serikat. Bandingkan dengan jumlah perawat Indonesia saat ini 350.000 orang, atau lulusan pendidikan perawat yang mencapai 35.000/tahun (D3 dan S1), yang mungkin saja tidak segera terserap kedalam lapangan kerja untuk perawat di dalam negeri.

TKI disamping menyangkut kehidupan mereka sendiri, berkaitan erat dengan upaya pemerintah mengurangi pengangguran dan tingkat kemiskinan. Karena itu, apapun yang dilakukan pemerintah, kedepan ini harus sistematis serta bisa makin mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Penanggulangan masalah tenaga kerja, pengangguran dan kemiskinan merupakan upaya menyeluruh lintas sektoral dan melibatkan banyak pihak. Semua kewajiban memikirkan bersama, harus terus menerus berupaya menanganinya dengan baik, cermat dan terencana.


TKI telah menciptakan lapangan kerja baru dan mengurangi kemiskinan. Mereka telah berjasa dan memberikan konstribusi devisa cukup besar, yaitu rata-rata Rp. 24 triliun per tahun (4% APBN). Itu belum termasuk valuta asing dan tabungan yang dibawa langsung oleh TKI. Data Depnakertrans menunjukkan, selama tiga tahun terakhir, sebanyak 1,35 juta atau sebanyak 450 ribu per tahun TKI bekerja ke luar negeri. Pada tahun 2006, pemerintah menargetkan 700 ribu TKI sehingga pada tahun 2009 menjadi 3,9 juta TKI dikirim ke luar negeri. Devisa yang diharapkan dari TKI pada tahun 2009 mencapai sebesar 20,75 miliar Dolar atau sekitar Rp. 186 triliun.2)

Yang mudahnya saja berdasarkan pengamatan dari 3 tahun pertama penempatan perawat Indonesia yang bekerja di Kuwait, rata-rata mereka telah mampu memiliki peningkatan kemampuan ketrampilan keperawatan, kemampuan bahasa asing minimal bahasa inggris dan kepemilikan aset seperti properti, kendaraan dsb - yang mungkin saja tidak dapat terpenuhi jika dengan masa kerja dan tempat kerja yang sama di RS di Indonesia.


Penerimaan Devisa Dari TKI

Menurut Kawasan Tahun 2004

Kawasan

TKI (orang)

Devisa (US $)

Asia Pasifik

67,817

60,263,238

Timteng & Afrika

176,788

110,362,494

Amerika

16

119,724

Eropa

3

123,831

Jumlah

244,624

170,869,287

Sumber : Depnakertrans, Ditjen PPTKLN

Data Januari s.d September 2004

Bermula dan Lembaga Pendidikan Keperawatan

Meningkatkan dan memotivasi perawat Indonesia untuk bekerja diluar negeri tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Hal ini lebih dikarenakan stigma dan paradigma masyarakat secara umum. Bukan hal aneh jika masyarakat masih menganggap negatif TKI, sehingga konsep ini pun terbawa-bawa terhadap penempatan perawat Indonesia diluar negeri.

Sekali lagi bahwa perawat adalah termasuk katagori TKI formal, sama seperti yang kami temukan di Kuwait banyak sekali TKI formal yang berlatar belakang pendidikan D3, S1 Dan bahkan S2. Banyak WNI yang saat ini bekerja di sektor penerbangan, pertambangan (minyak dan Gas), TI, Perhotelan, Telekomunikasi, Perbankan dsb di Kuwait selain perawat. Tentu saja mereka tidak bisa disamakan dengan TKI informal.

Konsep ini lah yang semestinya diterapkan dan ditanamkan sejak di Lembaga Pendidikan Keperawatan dengan :

  1. Merubah Visi dan Misi Lembaga Pendidikan Keperawatan yang selama ini hanya berfokus mendidik perawat profesional, tetapi harus dapat mengedepankan fokus mendidik dan menghasilkan perawat profesional yang siap bekerja di tatanan pelayanan, pendidikan dsb dimana pun – terlebih diluar negeri.
  2. Membuat Kurikulum berbasis "Job Oriented" dan bukan berdasarkan ketentuan pemerintah, dan lebih ke arah ramah terhadap pasar kerja.
  3. Meningkatkan kemampuan dosen (pendidikan berkelanjutan di LN atau magang bekerja di LN).
  4. Membuat Bursa Kerja/PJTKI di AKPER, STIKES dan PSIK/FIK di Universitas ybs – termasuk untuk mampu menempatkan lulusan bekerja di LN. Hal ini dapat memacu nilai plus untuk Universitas yang bersangkutan, dan dapat menambah profit diluar bidang pendidikan.
  5. Melakukan kerjasama profesi/praktek lapangan dengan RS diluar negeri, sehingga saat studi mahasiswa telah memiliki gambaran bagaimana bekerja di LN untuk proses "benchmarked"
  6. Melakukan kerjasama dengan pendidikan keperawatan di luar negeri, untuk program twinning atau sekedar sister university atau pertukaran mahasiswa dalam mengikuti pembelajaran tertentu, seperti yang sering dilakukan mahasiswa D3/S1 bidang Perhotelan.

Sehingga sejak awal stigma menjadi TKI setelah kepepet itu tidak akan terjadi, yang ada nantinya bahwa bekerja sebagai perawat Indonesia adalah bagian magang perawat kita, dan berkarir secara internasional secara perlahan tumbuh di generasi muda baru perawat kita.


RS Indonesia bekerja sama dengan RS Asing

Sudah banyak RS di Indonesia yang menjadi bagian pelayanan kesehatan global, baik berupa investasi asing atau menggunakan sistem rujukan pelayanan pasien dalam ke luar negeri. Hal ini semestinya dapat juga dimanfaatkan oleh perawat dan RS yang bersangkutan untuk menjob trainingkan perawatnya terutama di level manajemen dan staf keperawatan pada spesial area, yang memang belum ada di Indonesia.

Ini penting mengingat saat ini lebih banyak perawat yang ke luar negeri untuk melanjutkan pendidikan di LN berasal dari institusi pendidikan dan bukan dari institusi pelayanan/RS. Hal ini lebih dikarenakan memang banyaknya beasiswa dan tuntutan dari institusi pendidikan, sementara dari RS masih minim melakukan pemikiran pengembangan SDM perawatnya.

Merangkul Agency atau PJTKI

Memang tidak dapat dipungkiri bahwa Agency dan PJTKI lah yang telah berpengalaman dan mengetahui seluk beluk job order perawat di LN, sehingga semestinya ada satu kerjasama yang baik antara STIKES, RS dan PJTKI jikalau ingin sungguh-sungguh mengelola penempatan perawat di LN.

Setingkat pemerintah tentu saja kerjasama Depkes, Depdiknas dan Depnakertrans dalam membuat aturan penempatan perawat dengan melibatkan organisasi profesi – PPNI adalah mata rantainya, dalam pembuatan kebijakan yang membantu perawat kita.


Presiden SBY pernah menekankan, kemajuan yang dialami negara tetangga dalam bidang ketenagakerjaan diawali dengan upaya mempermudah setiap urusan yang berkaitan dengan itu. Cina, India, Rusia dan Vietnam sudah lebih maju dalam urusan TKI karena mempermudah setiap urusan. Dia juga menyerukan agar lembaga perbankan menyalurkan kredit lunak bagi TKI.

Kenapa tidak sejak awal perbankan membantu pendidikan perawat sejak di kuliah asal saja dia mau bekerja di LN nantinya dan mengembalikan pinjamannya. Untuk bank tentu saja ini menguntungkan asal saja ada bentuk penjaminan dari STIKES/PJTKI yang bersangkutan, bahwa lulusannya 100% dapat bekerja di LN.


Presiden juga menghimbau agar tenaga kerja ditingkatkan ketrampilannya untuk dapat bekerja pada sektor formal, sehingga devisa yang dihasilkan juga meningkat. Tenaga kerja terampil merupakan peluang untuk memenuhi sektor industri dan jasa.

Peran Organisasi Profesi

Kenapa juga organisasi profesi mesti diam, rasanya organisasi profesi yang maju adalah yang dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Menurut saya PPNI juga dapat bergerak menjadi fasilitator dan bahkan pemain untuk mendapatkan job order penempatan perawat, asal saja memiliki badan hukum/lembaga seperti agency dan PJTKI. Justru disinilah aktifitas utamanya sehingga profesi perawat sendiri yang nantinya berperan penting dalam menempatkan generasi baru perawat di LN, dan tidak sebagai pemain pelengkap saja.


Namun kembali lagi semua keinginan untuk meningkatkan jenjang pendidikan dan tingkat kesejahteraan dan martabat profesi bukan berada di pundak pemerintah, lembaga pendidikan keperawatan, PJTKI atau PPNI. Kesemuanya berada di hati dan langkah si mahasiswa keperawatan atau perawat itu sendiri untuk memilih jalan dan langkahnya. ITS UP TO U GUYS











1 comment:

Jimmy's Blog said...

dear madam/sir

I'm an Indonesian nurse/paramedic and I have experiences with this job. Right now I'm working world wide medical assistance in Indonesia.
May you give me some information or how to to work as a nurse (RN, PN, LPN or LPN) legally.
Thank you for your attention, I'll be waiting for your confirmation.

Best regards,

Jimmy Lumanauw