Friday, January 30, 2009

Remittance TKI 2008 hampir Rp. 96 Trilyun = 1/2 taget surat berharga negara (surat hutang)


Remmitance TKI 2008 hampir mencapai 2 kali lipat dari target Surat hutang negara

JAKARTA. Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat mengatakan, besarnya remitansi (remittance) yang terealisasi selama 2008 sebanyak US$ 8,24 miliar (kurang lebih Rp. 96 trilyun/9,6% dari APBN 2009 yang 1000 trilyunan).


Jumlah tersebut, sambung dia, menunjukkan kalau remitansi TKI setiap tahun meningkat. Pada tahun 2006, remitasi yang dikirimkan hanya US$ 5,56 miliar dan meningkat jadi US$ 6 miliar pada 2007. "Penempatan TKI memberikan implikasi yang positif bagi negara karenanya terus dilakukan pembenahan dalam prosedur pengiriman," ujar Jumhur di gedung DPR, Kamis (29/1).


Namun ternyata sebagian besar remittance ini masih berkutat menjadi dana konsumtif, dan sebagian besar ke investasi tanah/properti. Hal ini mungkin karena masih 95% total TKI kita sebagian besar adalah TKI Informal/PRT yang belum memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang pentingnya investasi. Namun total dana remittance yang mencapai 9% dari APBN tentu saja tidak bisa dianggap remeh, dan terbukti banyak daerah yang berbasis TKI, maka ekonomi daerah tersebut berkembang pesat.

Tenaga perawat saja AS dan Kanada membutuhkan 1 juta perawat sampai tahun 2020, dan Kuwait sendiri masih membutuhkan 12.000 perawat asing saat ini. Perawat termasuk dalam katagori TKI formal dengan pendidikan minimal D3, sama seperti TKI formal yang lain di sektor migas, IT (komputer), penerbangan, perhotelan, pelaut, dan telekomunikasi. 

Namun kita masih kalah dengan Philipina, yang hampir 10% penduduknya bekerja dan menetap di LN, dan rata2 1700 orang perhari berangkat utk bekerja di LN; dengan remittance hampir 2 kali lipat Indonesia. Sehingga ekonomi negara tersebut sangat ditopang oleh TKP (tenaga kerja philipina)nya ; dan sangat mendapatkan fasilitas dan perhatian pemerintahnya.

Bagaimana dengan Perawat Indonesia ???

Animo perawat Indonesia lebih meningkat untuk bekerja di LN, dengan ekspektasi income yang meningkat (rata2 10 - 20 kali lipat dari gaji di Indonesia). Namun dengan masih terbatasnya informasi, kemampuan bahasa khususnya bhs Inggris, rendahnya motivasi dan persepsi setelah lulus bekerja menjadi spt PNS, atau perawat yang tidak jauh dari lokasi tempat tinggal, terkadang masih menjadi hambatan. Contoh data lulusan S1 Kep FIK UI tahun 2000 (hanya 20% saja yang bekerja di LN, ini gambaran PT negeri, bagaimana dengan yang lain)???

Sebenarnya dari Institusi Pendidikan keperawatan sendiri yang masih terkesan setengah hati untuk menempatkan lulusannya bekerja atau magang praktek di Luar negeri (karena alasan biaya mahal). Andai saja misalnya saat praktek mereka mampu melakukan benchmarking, studi banding seminggu saja di misal katakan Phillipina atau Thailland, bahkan Austalia; mungkin si mahasiswa sudah mulai berani dan memiliki pengalaman ke luar negeri; sehingga lebih termotivasi.

Masih banyak STIKES atau AKPER yang mempraktek kan mahasiswanya di RSUD tipe D, puskesmas terpencil, dan RS yang tidak layak menjadi lahan praktek; lebih karena kondisi finansial. Memang investasi mahal, namun untuk meningkatkan jumlah penempatan perawat mestinya STIKES/AKPER dapat bekerja sama juga dengan Depnaker misalnya, jangan hanya pejabatnya saja yang studi banding, justru calon TKI nya yang di studi bandingkan (Ahhh mimpi lagi .........).

================

Pemerintah Tak Akan Kenakan Pajak Penghasilan Ganda Kepada TKI
kontan

JAKARTA. Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution memastikan, kalau pemerintah tidak akan menggenakan pajak penghasilan (PPh) berganda alias double taxation kepada Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri.

Jaminan tersebut dituangkan Darmin lewat peraturan direktur jenderal (Perdirjen) Pajak Nomor 2/PJ/2009 tertanggal 12 Januari 2009 dengan tajuk Perlakuan PPh bagi Pekerja Indonesia di Luar Negeri.

Adapun tenaga kerja dimaksud adalah orang pribadi warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri lebih dari 183 hari dalam jangka 12 bulan. "Pekerja yang dimaksud merupakan subyek pajak luar negeri," ujar Darmin dalam pasal 2 Perdirjen 2/2009.

Dengan demikian, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh TKI tersebut sehubungan dengan pekerjaannya di luar negeri telah dikenakan pajak di sana. Jadi, tidak akan lagi dikenakan PPh di Indonesia.

Meski demikian, bila TKI yang dimaksud menerima atau memperoleh penghasilan dari tanah air maka terhadap penghasilan tersebut dikenai PPh sesuai aturan yang berlaku.







No comments: